Judul : Refrain
Penulis : Winna Efendi
Diterbitkan oleh : Gagas Media
Tahun terbit : 2009
Jumlah halaman : 318 lembar
***
“ “Gak ada
persahabatan yang sempurna di dunia ini,Kak. Yang ada hanya orang-orang yang
berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya.” “ Acha
***
Nata dan Niki
telah bersahabat sejak kecil. Persahabatan kedua mahluk berbeda jenis kelamin
ini terus berlanjut hingga mereka menginjak bangku SMU. Niki kini mengikuti ekstrakurikuler
cheerleader, ia mulai suka dandan, ia
juga mulai mencari pacar. Perubahan Niki itu membuat Nata gerah. Gerah, karena
ia teman-teman cowoknya sesekali membicarakan sahabatnya, bahkan salah satu
diantaranya naksir sahabatnya itu.
Lalu muncul
Annalise, anak model yang sudah terkenal di seluruh dunia, Vidia Rossa, yang
suatu hari pindah ke SMU Niki dan Nata. Semua orang mengira Annalise sebagai
tipe koleris (yah) yang suka menjadi pusat perhatian, namun siapa kira, meski
keluarganya menjadi sorotan publik, Annalise lebih suka menghabiskan waktunya
dengan kamera dan buku. Dia begitu pendiam sehingga orang-orang di sekolah
menganggapnya sosok yang sombong.
Mereka bertiga
akhirnya bersahabat, Annalise tersentuh dengan persahabatan tulus yang
ditawarkan oleh Niki yang polos dan ceria, juga Nata yang meskipun tampak cuek,
sebenarnya begitu perhatian dengan orang-orang sekitarnya.
Persahabatan
mereka beberapa kali diuji. Terkadang dalam persahabatan antara cowok dan cewek
timbul rasa suka yang tak bisa dicegah keberadaannya, namun pada akhirnya
mereka harus memilih untuk mempertahankan persahabatan mereka, atau perasaan
suka yang akhirnya akan menghancurkan persahabatan itu.
***
Refrain
adalah novel remaja karya Winna Efendi yang pertama kubaca. Jujur, saya nggak
mengharapkan apa-apa saat membacanya, karena sudah sering dikecewakan oleh
novel-novel bergenre teenlit yang isinya acak-acakan (ups) dan lebai (ups lagi).
Saya nggak menyangka akan menikmati seluruh bagian dari novel ini. Yang paling
aku suka adalah gaya mbak Winna Efendi mendeskripsikan suasana, tempat, maupun
perasaan tokoh. Detil, namun tidak lebai, justru terasa elegan. Juga bagaimana
obrolan antara tokoh-tokohnya yang mengalir dengan natural. Penulis mampu menggambarkan
tokoh-tokohnya dengan baik.
Saya
suka Annalise. Sebab dia mencintai fotografi. Just like me.
“"Aku suka
konsep fotografi—seakan-akan momen yang ditangkap lensa akan tetap di sana
untuk selamanya."
Dan, mereka memang tetap ada, bahkan saat dunia berputar dan berubah,
kenangan yang tercetak pada lembaran foto itu tidak pernah berubah. Photographs
last for a lifetime.
"Papa selalu bilang, manusia akan menua, tempat bisa berubah, kita
bisa melupakan. Karena itulah kamera digunakan, untuk merekam hal-hal yang
tidak dapat diingat manusia dengan sempurna."
Ia mengangkat kamera, menahannya tepat di depan wajah Nata. Nata
bergeming, tidak tersenyum dan tidak memintanya untuk berhenti, hingga Annalise
menekan tombol shutter.
Klik.’’
Saya
juga tertarik dengan baris ini. Sungguh, saya perlu penjelasan lebih. Mengapa?
“Mengapa sangat mudah bagi seseorang untuk mengorbankan cinta demi cita-cita?
Annalise ingin tahu. Dhanny menatapnya tenang, dan saat itu juga Annalise
mengetahui jawabannya. Karena cinta tidak ingin bertahan dalam hati dua orang
yang tidak menginginkan hal yang sama. Karena jika salah satunya tidak memiliki
ruang yang cukup untuk cinta, maka cinta itu akan beranjak pergi.”
Saya suka pernyataan Nata
ini. Gue banget haha.
“Nata tertawa.
"Gue bukannya sinis, tapi prinsipil. Gue nggak suka orang yang suka
pura-pura, dan gue terbiasa ngomong apa adanya ke semua orang. Kadang, itu
disalahartikan sebagai sarkastis."
Kekurangan
dari Refrain ialah, menurut saya tokoh-tokoh di dalamnya terlalu normal. Niki
terlalu innocent buat saya. Nata terlalu
lurus. Annalise terlalu baik. Hahaha, lupakan bahwa Anda pernah membaca paragraf
ini.
Yang
terakhir, novel ini cocok bagi Anda yang ingin membaca sesuatu yang tidak
begitu berat, namun manis dan memikat. Dan…ya. Sudah bisa dipastikan saya akan
membaca novel-novel karya Winna Efendi yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar